Webinar The Global Impact of The US Election

November 3, 2020, oleh: superadmin

Asia Pacific Society for Public Affairs dan The Jusuf Kalla School of Government (JKSG), yang didukung oleh The American Institute for Indonesian Studies (AIFIS US), Magister Ilmu Pemerintahan (MIP), Magister Hubungan Internasional (MIHI), dan Program S3 Politik Islam mengadakan seminar Internasional dengan tema “The Global Impact of the US Election”. Sebenarnya, agenda pemilu nasional suatu negara bukan merupakan peristiwa global, akan tetapi hal ini tidak berlaku pada pemilihan presiden Amerika Serikat (AS). Pemilihan presiden negara adidaya terkemuka di dunia ini akan berdampak pada tatanan geopolitik baik di dalam maupun di luar negeri. Diskusi online ini menghadirkan dua pembicara, yaitu Dr. Thomas Seitz yang merupakan Profesor Asosiasi dan Direktur Program Studi Internasional di Universitas Wyoming, Amerika Serikat. Pembicara kedua merupakan dosen di Program Magister Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. Ahmad Sahide. Acara diskusi ini bersifat terbuka bagi siapa saja yang tertarik mengenai isu politik Amerika Serikat dan tidak hanya dikhususkan bagi mahasiswa UMY.

Pada saat ini, dunia sedang dilanda wabah pandemi Covid-19 yang berdampak di semua sektor pemerintahan. Sehingga, pada pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 2020 berlangsung dengan suasana yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Dalam webinar, Dr. Thomas mengatakan bahwa di Dunia Barat, Amerika merupakan negara yang memiliki kinerja yang buruk dalam mengatasi pandemi Covid-19. Sehingga, hal tersebut memberikan dampak yang besar pada demokrasi Amerika Serikat. Oleh karena itu, dalam afiliasi politik dunia, penggunaan masker di masa pandemi Covid-19 merupakan isu politik yang besar di masa kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat. Trump menentang penggunaan masker di tempat umum, bahkan Trump berpendapat penggunaan masker merupakan bentuk agenda komunis sosialis kiri. Sedangkan Joe Biden, calon presiden dari Partai Demokrat, mewajibkan seluruh masyarakat Amerika Serikat untuk menggunakan masker, sesuai dengan rekomendasi World Health Organization (WHO) dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Gagasan seperti politisi pandemi dan politisi masker semakin berkembang biak di sosial media dan telah sampai ke publik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa “masker” merupakan “perang budaya” antar calon presiden Amerika Serikat.

Terkait dengan pemilihan presiden Amerika Serikat, Dr. Thomas menyebutkan terdapat beberapa perdebatan atas perbedaan antara kedua calon presiden Amerika Serikat, Joe Biden dan Donald Trump. Pertama, faktor usia yang menjadikan pemilu tahun ini penting dan menjadi peristiwa yang tidak biasa. Tahun ini, Trump berusia 74 tahun dan bertarung dalam pemilu melawan orang yang lebih tua, Joe Biden yang berusia 78 tahun. Usia yang tidak lagi muda dan faktor Kesehatan fisik menimbulkan kekhawatiran akan adanya gangguan dalam pengambilan keputusan. Kedua, penggunaan kekerasaan antara Trump dengan Biden. Kedua calon presiden mengaku tidak terlalu tertarik untuk menggunakan kekerasan. Biden mengungkapkan penggunaan kekerasaan akan benar-benar dilakukan ketika diperlukan. Perbedaan terbesar adalah kepercayaan dan keyakinan dari pemimpin dunia terhadap pemimpin Amerika Serikat. Mayoritas pemimpin dunia lebih percaya terhadap Joe Biden dibandingkan dengan Trump yang dikenal telah mencapai rekor yang buruk sebagai presiden karena kebijakannya yang terkenal dengan slogan “America First”. Di akhir presentasinya, Dr. Thomas menampilkan sebuah meme, dimana terdapat pekerja Putin, presiden Iran, dan Xi Jinping yang sedang membakar marshmallow di atas bendera Amerika Serikat yang diartikan Putin mendukung pembakaran polarisasi yang dikerahkan oleh Donald Trump.

Pembicara kedua dalam diskusi ini disampaikan oleh Dr. Ahmad Sahide yang membahas mengenai pemilihan presiden Amerika Serikat dalam perspektif dunia Islam dan tatanan politik global. Dalam webinar ini, Dr. Ahmad Sahide menyampaikan perpsektif yang menarik, yaitu bagaimana framing media cetak yang ada di Indonesia, yaitu Kompas, terkait pemilihan presiden Amerika Serikat khususnya Trump pada tahun 2016. Perspektif tersebut dibagi menjadi tiga gagasan. Sebelumnya, Dr. Ahmad Sahide telah melakukan research terkait perspektif tersebut. Perspektif terkait framing Kompas muncul sebagai respon dari adanya kebijakan kontroversial Trump pada tahun 2016. Setelah menjabat sebagai presiden, Trump memberlakukan serangkaian kebijakan yang mengubah tatanan politik global, diantaranya kebijakan perang dagang antara Amerika-China, pelarangan muslim untuk masuk ke Amerika, pengakuan Jerussalem sebagai ibukota Israel, keluar dari Trans Pacific Partnership (TPP), dan menarik Amerika dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Hasil research yang telah dilakukan Dr. Ahmad Sahide menunjukkan bahwa dalam gagasan pertama, Kompas memberikan framing yang negatif terhadap pemberitaan Trump selaku calon presiden Amerika Serikat pada tahun 2016. Pada kesempatan yang sama, Dr. Ahmad Sahide juga memaparkan gagasan kedua yaitu data terkait framing Kompas dalam perspektif dunia Islam, yaitu larangan visa pada tujuh negara muslim masuk ke Negeri Paman Sam. Ketujuh negara tersebut adalah Irak, Iran, Suriah, Libya, Yaman, Sudan dan Somalia. Trump juga mendapatkan framing negatif dari Kompas untuk kasus dunia Islam. Gagasan ketiga yang disampaikan oleh Dr. Ahmad Sahide adalah pengakuan Trump atas Jerussalem sebagai ibukota Israel pada tahun 2017.  Dalam gagasan ketiga, Kompas juga memberikan framing pemberitaan negatif.