Dua Mahasiswa HIPM Presentasi Tesis di Universiti Utara Malaysia

November 25, 2023, oleh: superadmin

Bentuk lanjutan dari kerja sama Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan Universiti Utara Malaysia (UUM) dalam program Sit In dan Joint Supervisor Program adalah dengan mengirim 2 mahasiswa HIPM berpartisipasi dengan mengikuti beberapa kelas master di School of International Studies (SoIS) UUM. Dua orang mahasiswa tersebut adalah Audi Izzat Muttaqien dan Novrel Esa Yobe. Dua pengajar SoIS UUM yaitu Dr. Shazwanis Binti Shukri dan Prof. Madya Dr. Ratnaria Binti Wahid menjadi dosen pembimbing langsung untuk membantu progres tesis kedua mahasiswa HIPM. Pada akhir sesi program, setelah kedua mahasiswa berpartisipasi di kelas-kelas master  SoIS UUM dan menyelesaikan bimbingan tesis dengan dosen pembimbing SoIS UUM, kedua mahasiswa merepresentasikan tesisnya dalam sesi Intellectual Discourse yang diadakan SoIS dan the Asian Institute of International Affairs and Diplomacy (AIIAD) pada 14 November 2023 yang diikuti mahasiswa S1 UUM.

Sesi dimoderatori Prof. Madya Dr. Mohammad Zaki bin Ahmad dari AIIAD yang membuka dengan memberikan perkenalan singkat tentang profil presentator pertama, Audi Izzat Muttaqien yang membahas “Turkey’s Interests and Perspectives Toward the Humanitarian Crisis of Syrian Refugees.” Audi Izzat menjelaskan bahwa untuk mengetahui krisis Suriah, maka pemahaman terhadap geopolitik Timur Tengah dua dekade terakhir tidak bisa diabaikan. Mulai dari rivalitas Arab Saudi dan Iran, gejolak di Irak hingga Arab Spring berusaha dijelaskan dengan ringkas oleh Audi Izzat sebagai pembuka, untuk memberi gambaran umum hingga terjadinya krisis di Suriah pada 2011.

Krisis yang ada di Suriah, menyebabkan masyarakat Suriah melarikan diri karena merasa tidak aman berada di negaranya sendiri. Turki sebagai negara tetangga terdampak dimana mayoritas pengungsi Suriah mendatangi Turki. Audi Izzat menggarisbawahi upaya Turki dalam membantu pengungsi Suriah hingga menjadi salah satu kebijakan luar negeri utama Turki dan menjadikan Turki pendonor terbesar kedua dunia. Peran Turki dapat dilihat dari komitmennya, dimana Audi Izzat menyebut bahwa pada 2016, hampir setengah (47%) pengungsi Suriah berada di Turki dan pada 2018, Turki telah menghabiskan 30 Milyar USD.

Namun Audi Izzat juga menekankan kebijakan Turki dalam menerima pengungsi secara masif menimbulkan masalah domestik sosial di Turki dalam tantangan mengintegrasikan pengungsi Suriah di masyarakat Turki. Terdapat kemarahan besar masyarakat terhadap Pemerintah Turki dikarenakan kecenderungannya untuk memihak pengungsi seperti pelayanan kesehatan di Rumah sakit yang memprioritaskan pengungsi Suriah ketimbang warga Turki, belum lagi kemungkinan pengungsi Suriah yang bisa memohon kewarganegaraan di Turki. Namun, beberapa kelompok kelas masyarakat di Turki juga diuntungkan oleh kehadiran pengungsi, seperti pemberi kerja yang dapat mempekerjakan pengungsi dengan memberi upah rendah karena rumitnya mendapat izin kerja, sehingga pengungsi Suriah dipekerjakan secara informal dan cenderung tereksploitasi.

Pemerintah Turki juga memanfaatkan kebutuhan pengungsi Suriah yang berniat memohon kewarganegaraan diharuskan memberi dampak positif secara ekonomi, sosial dan budaya. Audi Izzat menyebut banyak dari persyaratan tersebut salah satunya adalah, pengungsi Suriah mampu membuka lapangan pekerjaan, sehingga Pemerintah Turki hanya menerima permohonan kewarganegaraan pengungsi jika mereka berdampak positif dalam meningkatkan kualitas hidup dalam kehidupan bermasyarakat Turki. Audi Izzat menutup presentasinya secara Thought-provoking yang memaparkan upaya Pemerintah Turki sejauh ini dalam membantu pengungsi Suriah tak lepas dari kepentingan politik. Mulai dari aksesi Uni Eropa, menjadi negara powerful ataupun citra Turki di mata internasional, dari alasan-alasan tersebut, Audi Izzat mengajak mahasiswa SoIS untuk berpikir kritis apakah sepadan upaya Pemerintah Turki untuk mencapai kepentingan tersebut dibandingkan bantuan yang telah diberikan.

Setelah Audi Izzat menutup presentasinya, Prof. Madya Dr. Mohammad Zaki bin Ahmad segera mempersilahkan speaker kedua sekaligus yang terakhir sebelum memasuki sesi tanya jawab, yaitu Novrel Esa Yubel yang membahas “Youth Involvement in Global Environmental Advocacy: Lesson from Greta Thunberg.” Novrel Esa memulai dengan menekankan pentingnya advokasi dalam terutama bagi pemuda, diikuti dengan grafik dinamika perubahan temperatur dunia yang memperlihatkan memburuknya perkembangan berdasarkan standar yang ditetapkan di Paris Agreement. Terlihat beberapa region termasuk negara-negara Asia Tenggara masih memiliki temperatur panas lebih tinggi dari seharusnya.

Ada beberapa masalah utama yang digarisbawahi Novrel Esa dalam isu ini. Pertama adalah Energi Nuklir yang berdampak pada makanan di masyarakat kita karena sabotase terhadap tanaman sekitar. Kedua, sektor swasta yang mengembangkan bisnisnya dan mengabaikan dampak lingkungan yang selama ini mereka ciptakan. Ketiga yaitu manajemen sampah dan limbah yang masih menjadi masalah utama dibanyak negara termasuk Indonesia, kebanyakan tantangan dalam pengelolaan limbah yang tidak mudah terjadi di daerah padat penduduk. Keempat, kebakaran hutan yang menciptakan kabut dari kebakaran tersebut, dan membawanya ke negara tetangga seperti yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia. Novrel Esa menjelaskan bahwa isu ini bersifat regional. Terakhir yaitu pemanasan global yang berdampak pada habitat hewan seperti yang terjadi akibat melelehnya Es Kutub Utara.

Tak henti-hentinya Novrel Esa menekankan pentingnya untuk peduli lingkungan, dikarenakan lingkungan tak lepas dari kehidupan sehari-hari, langkah kecil dapat dimulai seperti dengan mengurangi penggunaan botol plastik. Lebih lanjut, Novrel Esa menjelaskan sosok Greta Thunberg bagaimana dampaknya melalui demonstrasi yang ia lakukan hingga memiliki dampak signifikan, dimana media menyebut fenomena tersebut sebagai Greta Effect. Beberapa bukti dari Greta Effect dapat terlihat dari gerakan School Strike for Climate yang dilihat Novrel Esa sebagai langkah awal Greta menggunakan popularitasnya untuk berdampak pada lingkungan melalui advokasi. Greta juga aktif memberikan pidato di forum-forum dunia, dimana menurut Novrel Esa ada kecenderungan yang menarik dari pidato Greta yaitu caranya yang secara sarkastik menyindir pemimpin dunia. Novrel Esa menutup presentasi dengan menilik pelajaran yang dapat diambil dari Greta Thunberg, dimana sebagai pemuda perlu untuk lebih sadar dan peduli terhadap lingkungan melihat dampaknya yang esensial untuk kehidupan kita dimasa depan.